Pages

Sunday, December 2, 2012

PACARAN

PERHATIKAN sebuah percakapan ini ;) Insya Allah bermanfaat^^

A: "Woy punya pacar ngga?"
B: "Engga, kenapa emang?"

A: "Hah???? Serius!!! nggak pacaran mah engga modern, dasar kuno :p"
B: "Lah pacarankan kelakuan masyarakat jahiliyah sebelum Islam dateng, situ yang kuno" :p

A: "nolak pacaran, dasar lo fanatik Islam"
B: "baru nolak pacaran aja dibilang fanatik, gimana kalo saya pake sorban dan naik onta? :p"

A: "engga pacaran tuh cupu cuy, engga keren":)
B: "jalan keren saya beda, yang dicintai dan diberkahi Allah maunya, yang gaul islami"

A: "emang ga kesepian apa kalo engga pacaran?"
B: "kalo kita yakin Allah selalu ada, terus ada keluarga, dan sahabat, kenapa harus kesepian? :)"

A: "Tapi kan pacaran itu buat motivasi tau"
B: "motivasi saya, untuk saat ini cukup firman dan janji Allah serta bidadari saya, ibu saya :) "

A: "Lagi pula pacaran itu buat pengenalan sebelum nikah, jadi ngga apa dong :)"
B: "pengenalan iya, nikah mah ENGGA, tapi "penjamahan" mah iya juga"

A: "tenang aja pacaran gue Islami kok"
B: "di islam aja gak ada ajaran untuk pacaran, mana ada pacaran islami masbro dan mbakbro :p"

A: "Tapi kalo pacaran kan ada yang nemenin kemana-mana, hayoo"
B: "saya aja engga pacaran ada 3 yang nemenin yaitu Allah, malaikat Roqib sama Atid" :p

A: " Tapikan kalo pacaran itu jadi dapet perhatian"
B: "terus perhatian keluarga dan ibumu selama ini kau anggap apa? Haduh duh"

A: "Lagipula kan pacaran itu belajar mencintai Allah melalui makhluk-Nya, jadi ngga masalah"
B: "kebaliiiiik -,-, Justru yang betul itu mencintai Allah, lalu mencinta makhluk-Nya"

A: "Tapi kalo pacaran itu jadi ada yang bantuin, nganterin"
B: " hmmmm.... brarti mirip pembantu dan tukang ojek ya" (*eh *ups keceplosan :p)

A: "Engga gitu, cuma takut nanti engga dapet jodoh aja? makanya mending pacaran"
B: "sama sekali engga akan ngaruh. Kamu harus Yakin sama Takdir ALLAH --> BACA!!! Q.S An-Nuur : 26,"

A: "lagian juga bukan pacaran caranya dapet jodoh, kan cuma mencari pengalaman, ahhh.. kayak engga pernah pacaran aja :P"
B: "Tidak ada orang baik tidak punya masa lalu, dan tidak ada orang jahat yang tidak punya masa depan :)"

A: "Terus pacaran ga boleh gitu?"
B: "boleh, boleeeeh banget, TAPI setelah akad nikah ya :) :D"

Mudah mudahan BERMANFAAT dan semakin Yakin atas takdir ALLAH SWT :)
copas dari status FB temen... hehehe...

Sunday, November 18, 2012

Blokir!! Remove!!


Terinspirasi dari tulisan Ust. Fauzil Adhim di islammedia.com tentang status facebook anak. mengingatkan tentang beberapa hal yang sering saya dapatkan di dunia maya. hmmm... saya sebagai guru TIK yang sangat ingin menanamkan kepada anak-anak bahwa dengan TIK khususnya internet banyak hal yang dapat dilakukan, banyak sarana yang kita dapatkan untuk menggali dan menambah ilmu pengetahuan, baik ilmu agama, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu-ilmu lainnya. dengan cita-cita besar kita membangun peradaban diharapkan dari belajar TIK ini anak-anak menjadi orang-orang yang mampu mendekatkan dirinya kepada Allah SWT, tahu siapa penciptanya? dll. menjadi alimin atau ilmuwan-ilmuwan yang melek teknologi dan membawa warna baru dalam peradaban yang akan dibangun nanti khususnya dalam mewarnai informasi-informasi, teknologi yang bisa membawa manfaat dan menjadi teladan/rujukan kebaikan karena berbasis ketuhanan/Rabbaniyyah. bukan sebaliknya... mengenal internet malah ternodai dengan informasi yang kurang baik.
Contoh kecil saja Facebook atau situs jejaring sosial lainnya, sering saya dapati saya diblokir atau di hapus dari pertemanan, atau saya sudah di add malah tidak dikonfirm. hmmm... banyak alasan mungkin kenapa melakukan hal seperti itu. tapi yang jelas mah ketika ada yang memblokir atau me-remove atau mengelompokkan ke grup yang "dibatasi" patut dipertanyakan... ada apa???
setelah ditelusuri dari beberapa orang yang melakukan hal seperti itu ada hipotesa sementara yang didapat :

  1. Anak tersebut beranggapan bahwa saya orang yang berbahaya terhadap kebebasannya berekspresi di dunia maya. Terkait Status-statusnya, foto-fotonya, atau... status hubungannya dari lajang menjadi "relationship with".whatever lah... makanya di remove dari pertemanan atau malah diblokir. (astaghfirullah...) padahal saya manusia biasa yang tak bisa mengatur kehidupan siapapun atau menghakimi siapapun yang bersalah. Kewajiban saya hanya mengarahkan, mengajak, mengingatkan... setelah itu saya serahkan kepada pribadi masing-masing. Padahal... semua yang kita perbuat akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. ingatlah itu anak-anakku...
  2. Tidak ingin diketahui atau takut dihukum dan dilaporkan ke orang tua atau ke pihak kedisiplinan. Padahal... semua yang kita perbuat akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. ingatlah itu anak-anakku... Allah MAHA MENGETAHUI.
  3. Memang anak tersebut tidak pernah membuka facebook atau dilarang orang tuanya (tapi kalau yang ini sangat jarang) Saya bisa bernafas lega dan bersyukur, mungkin itu yang terbaik baginya.
  4. Benci atau tidak suka dengan saya. kalau yang seperti ini wajar saja karena selalu diingatkan malah anaknya yang menjadi tidak suka (risih). mungkin saya yang harus mengevaluasi diri mencari cara yang jauh lebih baik untuk mengingatkan.
Wallahu'alam bishowab... semoga bermanfaat...

===============================================================
Islamedia - SEKALI waktu, tengoklah status Facebook anakmu. Jelajahilah alam pikirannya. Pahamilah apa yang sedang terjadi padanya. Dan bersiap-siaplah untuk terkejut disebabkan apa yang berharga bagi hidupnya, membanggakan dirinya, menyenangkan hatinya dan menjadi keinginannya justru perkara yang kita membencinya. Mereka sangat berhasrat justru terhadap apa-apa yang kita ajarkan kepada mereka untuk menjauhi. Astaghfirullahal ‘adzim.

Sekali saat, periksalah status Facebook anak-anakmu. Ketahuilah apa yang sedang berkecamuk dalam dirinya. Rasakan apa yang menjadi keinginan kuatnya. Rasakan pula yang membuatnya terkagum-kagum. Dan bersiap-siaplah untuk terperangah jika anak-anak itu lebih fasih mengucapkan kalimat-kalimat yang tak berharga, ucapan yang tak bernilai, pembicaraan yang mendekatkan kepada maksiat, dan bahkan ada yang mendekati kekufuran. Mereka berbicara kepada kita dengan bahasa yang kita inginkan, tetapi mereka membuka dirinya kepada manusia di seluruh dunia dengan perkataan-perkataan ingkar. Mereka menyiarkan keburukan dirinya sendiri, tetapi mereka tidak menyadarinya.Astaghfirullahal ‘adzim.

Kalau suatu saat ada kesempatan, cermatilah apa yang ditulis oleh anakmu, gambar apa yang ditampilkan dan siapa yang dielu-elukan di Facebooknya. Sadari apa yang telah terjadi dan sedang terjadi pada diri mereka. Ketahui perubahan apa yang menerpa jiwa mereka. Dan bersiaplah untuk terkejut bahwa apa yang tampak di depan mata tak selalu sama dengan apa yang terjadi di belakang kita. Mereka bisa bertutur tentang keshalihan karena berharap terhindar dari kedukaan atau bahkan kemurkaan kita. Tetapi di Facebook, mereka merasa merdeka mengungkapkan apa pun yang menjadi kegelisahan, keinginannya dan kebanggaannya yang benar-benar terlahir dari dalam diri mereka.

Beberapa waktu saya memeriksa akun Facebook anak-anak SDIT, alumni SDIT dan mereka yang masih belajar di SMPIT maupun SMAIT. Hasilnya? Sangat mengejutkan. Harapan saya tentang isi pembicaraan anak-anak yang telah memperoleh tempaan bertahun-tahun di sekolah Islam terpadu itu atau yang sejenis dengannya adalah sosok anak-anak yang hidup jiwanya, cerdas akalnya, tajam pikirannya dan jernih hatinya. Tetapi ternyata saya harus terkejut. Sekolah-sekolah Islam itu ternyata hanya mampu menyentuh fisiknya, tetapi bukan jiwanya. Betapa sedih ketika melihat anak-anak yang dulu jilbabnya besar berkibar-kibar, hanya beberapa bulan sesudah lulus dari SDIT atau SMPIT, sudah berganti dengan busana yang menampakkan auratnya dan ia perlihatkan kepada orang lain melalui foto-foto yang mereka pajang di Facebook

Tentu saja saya tidak dapat mengatakan bahwa pendidikan Islam terpadu, integral atau apa pun istilahnya telah gagal total. Tetapi apa yang dapat dengan mudah kita telusuri dari tulisan mereka diFacebook maupun media sosial lainnya memberi gambaran betapa kita perlu berbenah dengan segera. Selagi aqidah, akhlak dan secara umum agama ini hanya kita sampaikan secara kognitif, maka tak banyak perubahan yang dapat kita harapkan. Jika yang kita berikan adalah pelajaran tentang agama, dan bukan pendidikan beragama yang dikuati oleh budaya karakter yang kuat di sekolah, maka anak-anak itu mampu berbicara agama dengan fasih tapi tidak menjiwai. Tak ada kebanggaan pada diri mereka terhadap apa-apa yang datang dari agama; apa-apa yang menjadi tuntunan Allah Ta’ala dan rasul-Nya.

Astaghfirullahal ‘adzim. Na’udzubillahi min dzaalik.

Lalu apa yang merisaukan dari anak-anak itu? Sekurangnya ada tiga hal. Pertama, cara mereka berbahasa. Ini menggambarkan alam berpikir sekaligus kesehatan mental mereka. Kedua, sosok yang mereka banggakan dan mereka elu-elukan kehadirannya maupun tingkah-lakunya. Sosok yang menjadi panutan (role model). Ketiga, nilai-nilai dan keyakinan yang mereka banggakan sehingga mempengaruhi sikap dan perilaku mereka, meskipun tak tampak di mata orangtua dan guru.

Betapa Mengenaskan Bahasa Mereka

Salah satu kelebihan Bani Sa’diyah adalah kefasihannya berbahasa. Kepada Halimah dari Bani Sa’diyah Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam disusukan, sehingga masa kecilnya memperoleh pengalaman berbahasa yang baik. Tampaknya sepele, tetapi bagaimana kita berbahasa sangat mempengaruhi pertumbuhan mental dan perkembangan cara berpikir.
Adalah Alfred Korzybski, ahli semantik asal Rusia yang menunjukkan bahwa cara berbahasa yang salah berhubungan erat dengan mental yang sakit pada masyarakat. Terlebih jika kesalahan serius dalam berbahasa itu secara intens dilakukan oleh seseorang, utamanya lagi yang masih dalam tahap perkembangan sangat menentukan, yakni anak atau remaja. Dan kondisi mengenaskan inilah yang sedang terjadi pada anak-anak kita; dalam pergaulan dan terutama terlihat dari SMS maupun status facebook mereka.

Mari kita ingat kembali ketika Lev Vygotsky, seorang psikolog yang juga asal Rusia. Ia menunjukkan bahwa apa pun kecerdasan yang ingin kita bangun, kuncinya adalah bahasa. Ia juga menunjukkan betapa erat kaitan antara bahasa dan pemikiran. Penggunaan bahasa mempengaruhi cara berpikir. Siapa diri kita tercermin dari bagaimana kita berbahasa. Sebaliknya, cara kita berbahasa akan berpengaruh besar terhadap diri kita.

Nah, lalu apa yang bisa kita katakan terhadap anak-anak yang berbahasa alay dan berbicara dengan perkataan yang tak berguna penuh sampah? Sungguh, tengoklah status Facebook dan SMS mereka. Dan bersiaplah terkejut dengan apa yang terjadi pada diri mereka. Khawatirilah apa yang akan terjadi pada diri mereka di masa-masa mendatang.

Astaghfirullah. Laa ilaaha illa Anta subhanaKa ini kuntu minazh-zhaalimin

Bukan Rasulullah Saw. yang Mereka Kagumi

Cara berbahasa mempengaruhi apa yang berharga dan apa yang tidak. Sulit bagi seseorang untuk mengagumi dan menjadikan seseorang yang cara berbahasanya sangat berbeda –apalagi bertolak-belakang—sedang sosok yang ingin mereka tiru, mereka banggakan dan mereka pelajari kehidupannya. Maka jangan heran jika mereka lebih terharu-biru oleh Justin Bieber daripada para shahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in. Jangan terkejut pula jika Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam justru sosok yang sangat asing bagi mereka. Ironisnya, anak-anak yang seperti itu justru banyak lahir dari lembaga-lembaga Islam; sejak jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi.

Apa pengaruhnya? Jika Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam yang menjadi sosok panutan (role model) yang mereka banggakan, maka mereka akan berusaha untuk mempelajari jejak-jejaknya, mengingati kata-katanya dan mencoba melaksanakan apa yang mereka mampu dalam hidupnya. Mereka juga bangga terhadap orang yang meniru sosok panutannya. Itu juga berarti, jika sosok panutan mereka adalah Justin Bieber atau Lady Gaga, maka atribut, kata-kata dan segala hal yang berkait dengan mereka akan mereka buru dengan penuh kebanggaan. Mereka juga berusaha mengidentifikasikan diri dengan sosok panutannya.

Na’udzubillahi min dzaalik. Laa haula wa laa quwwata illa biLlah

Pacaran Online Pun Terjadi

Maka, jangan terkejut jika anak-anak alumni SDIT yang masih belajar di SMPIT atau sekolah Islam sejenis justru amat liar pikirannya. Jangan terkejut juga jika menemukan anak seorang ustadz asyik pacaran online, mengungkapkan perasaan yang tidak sepatutnya ia ungkapkan kepada lawan jenis, apalagi membiarkannya diketahui oleh orang banyak. Sungguh, kemaksiatan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi lebih ringan nilainya dibanding kemaksiatan yang ia umumkan sendiri.

Ingin sekali berbincang lebih panjang. Tetapi tak tega rasanya berbicara blak-blakan tentang masalah ini.

Semoga catatan sederhana ini dapat menjadi pengingat untuk kita semua. Semoga Allah mudahkan kita menempuh kebaikan. Semoga pula Allah Ta’ala menjaga iman kita dan anak-anak kita.

Sebelum kita akhiri perbincangan ini, mari sejenak kita ingat firman Allah ‘Azza wa Jalla:
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُواْ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافاً خَافُواْ عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللّهَ وَلْيَقُولُواْ قَوْلاً سَدِيداً
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. An-Nisaa’, 4: 9).

Wallahu a’lam bishawab
Muhammad Fauzil Adhimpenulis buku-buku parenting [sumber:Hidayatullah]